Pada akhir abad ke-19, kebijakan pemerintah kolonial Belanda mulai berubah. Pemerintah kolonial Belanda mulai menerabkan kebijakan baru di Indonesia. Kebijakan baru itu dinamakan Politik Etis atau Politik Balas Budi.
Politik Etnis itu dikemukakan oleh van Devender. Politik Etnis berisi hal sebagai berikut
a. irigasi (pengairan)
b. edukasi (Pendidikan)
c. emigrasi (pemindahan penduduk)
Penerapan Politik Etnis lebih menitikberatkan pada bidang pendidikan. Dengan demikian, pendidikan menjadi lebih berkembang. Hal tersebut memungkinkan anak Indonesia mulai bersekolah. Bahkan, orang Indonesia diberikan kesempatan belajar di Belanda. Akan tetapi, tidak setiap anak Indonesia bisa masuk sekolah.
Pada waktu itu, terdapat pembedaan golongan masyarakat. Hanya anak laki-laki bangsawan yang dapat bersekolah. Anak-anak dari golongan rakyat kecil tidak diberi kesempatan bersekolah. Selain itu, kaum wanita juga dilarang bersekolah. Kaum wanita hanya sedikit sekali yang dapat bersekolah. Kaum wanita hanya boleh bersekolah sampai tingkat sekolah dasar. Selain itu, kaim wanita dipaksa tinggal di rumah. Mereka dipingit hingga dewasa.
Deperbolehkan anak-anak Indonesia bersekolah memunculkan golongan baru di tengah masyarakat. Golongan masyarakat baru itu dikenal sebagai golongan terpelajar. Golongan terpelajar memiliki pengalamaan dan pengetahuan yang luas. Mereka mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi(iptek). Mereka banyak bergaul dengan para pelajar dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, mereka bergaul dengan pelajar dari luar negeri.
Mereka sering berdiskusi mengenai perjuangan bangsa indonesia. Akibatnya, lahirlah kesadaran baru mengenai rasa kebangsaan. Mereka sadar sebagai satu bangsa. Selanjutnya, timbul kesadaran untuk melepas dari belenggu penjajahan. Munculnya golongan terpelajar menyebabkan perbuhan cara berjuang.
Bangsa Indonesia mulai sadar bahwa melawan penjajah perlu strategi yang lebih teratur. Perjuangan dengan menggunakan senjata yang gagal. Hal itu karena persenjataan kita kurang memadai. Selain itu, juga disebabkan tidak adanya persatuan. Di pihak lain, perlu dicari cara perjuangan yang tepat. Muncullah ide untuk berjuang melalui organisasi pergerakan nasional. Akibatnya. lahirlah organisasi pergerakan. Hal itu sebagai bukti tumbuhnya kesadaran untuk mencapai kemerdekaan.
Politik Etnis itu dikemukakan oleh van Devender. Politik Etnis berisi hal sebagai berikut
a. irigasi (pengairan)
b. edukasi (Pendidikan)
c. emigrasi (pemindahan penduduk)
Penerapan Politik Etnis lebih menitikberatkan pada bidang pendidikan. Dengan demikian, pendidikan menjadi lebih berkembang. Hal tersebut memungkinkan anak Indonesia mulai bersekolah. Bahkan, orang Indonesia diberikan kesempatan belajar di Belanda. Akan tetapi, tidak setiap anak Indonesia bisa masuk sekolah.
Pada waktu itu, terdapat pembedaan golongan masyarakat. Hanya anak laki-laki bangsawan yang dapat bersekolah. Anak-anak dari golongan rakyat kecil tidak diberi kesempatan bersekolah. Selain itu, kaum wanita juga dilarang bersekolah. Kaum wanita hanya sedikit sekali yang dapat bersekolah. Kaum wanita hanya boleh bersekolah sampai tingkat sekolah dasar. Selain itu, kaim wanita dipaksa tinggal di rumah. Mereka dipingit hingga dewasa.
Mereka sering berdiskusi mengenai perjuangan bangsa indonesia. Akibatnya, lahirlah kesadaran baru mengenai rasa kebangsaan. Mereka sadar sebagai satu bangsa. Selanjutnya, timbul kesadaran untuk melepas dari belenggu penjajahan. Munculnya golongan terpelajar menyebabkan perbuhan cara berjuang.
Bangsa Indonesia mulai sadar bahwa melawan penjajah perlu strategi yang lebih teratur. Perjuangan dengan menggunakan senjata yang gagal. Hal itu karena persenjataan kita kurang memadai. Selain itu, juga disebabkan tidak adanya persatuan. Di pihak lain, perlu dicari cara perjuangan yang tepat. Muncullah ide untuk berjuang melalui organisasi pergerakan nasional. Akibatnya. lahirlah organisasi pergerakan. Hal itu sebagai bukti tumbuhnya kesadaran untuk mencapai kemerdekaan.